Aksi Balapan Liar Semakin Marak, Perlu ditindak Tegas?
Berita terkini- Aksi berbahaya di jalanan kerap kali menimbulkan korban jiwa dan kerugian bagi sesama pengguna jalan raya. Baru-baru ini beredar video di media sosial aksi Balap liar di jalan Lingkar Luar Karawang, Jawa Barat.
Dalam video yang diunggah ke sosial media tersebut, terlihat sekumpulan pemuda yang melakukan penutupan jalan dan bersiap untuk melakukan aksi ilegal balap liar yang biasanya menggunakan motor tak berstandar SNI.
Akibat dari tindakan terlarang tersebut, membuat kemacetan di lokasi. Pengendara sepeda motor dan mobil yang berada dibelakangnya juga terdengar membunyikan klakson.
Aksi Balapan Liar Perlu ditindak?
Salah satu pria yang berada di tempat kejadian pun geram melihat aksi tersebut, hingga menendang motor salah satu pelaku balap liar tersebut. Untuk menghindari kejadian serupa, pihak berwajib perlu memberikan sanksi berat bagi para pelaku balapan liar.
Namun, bukannya membubarkan aksi tersebut, salah satu pelaku balap liar justru memprovokasi untuk melakukan pengeroyokan terhadap pria yang menendang salah satu pembalap liar tersebut.
Pemerhati masalah transportasi Budiyanto mengatakan, bahwa banyak faktor yang memengaruhi balap liar makin marak dan sulit dihilangkan saat ini. Faktor utamanya adalah penegakan hukum yang belum tegas
Petugas tidak konsisten dan tegas dalam memberikan sanksi sehingga kegiatan tersebut berulang terus dan sulit dikendalikan. Selama ini balap liar pada umumnya hanya dikenakan sanksi melanggar aturan batas kecepatan dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Padahal menurutnya, kejadian balap liar yang sering terjadi sampai dengan menutup jalan tanpi izin, dan mereka mengemudikan kendaraannya dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang, seharusnya berani mengambil terobosan yang mampu memberikan efek jera maksimal.
Pelanggaran tersebut dapat dikenakan Pasal 311 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), di pidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah), disertai penyitaan kendaraan bermotor sampai ada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum yang tetap
Selain itu, penyitaan kendaraan bermotor dengan pertimbangan bahwa sepeda motor tersebut yang digunakan sebagai sarana melakukan pidana pelanggaran lalu lintas. Kegiatan inipun harus diimbangi atau paralel dengan kegiatan pre-emtif dan preventif oleh Instansi yang bertanggung jawab.
Kegiatan pre-emtif tersebut tentunya akan memberikan pemahaman betapa bahayanya melakukan kegiatan balap liar, kemudian sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya UU LLAJ, serta melakukan kampanye keselamatan lalu lintas.